Prof. Purnomo Yusgiantoro, “Pengelolaan
Energi Baru Terbarukan Belum Optimal”

Dublin Core

Judul

Prof. Purnomo Yusgiantoro, “Pengelolaan
Energi Baru Terbarukan Belum Optimal”

Deskripsi

Meski kebutuhannya meningkat, pengelolaan Energi Baru Terbarukan (EBT) belum optimal untuk menjamin ketahanan negeri di Indonesia. Hal tersebut dikatakan Guru Besar Ekonomi Energi ITB, Prof. Dr. Purnomo Yusgiantoro, M.Sc., Ph.D saat menjadi keynote speaker pada Seminar “Optimalisasi Pengelolaan Energi Baru Terbarukan untuk Menjamin Ketahanan Energi Nasional” di Bale Sawala, Gedung Rektorat Unpad kampus Jatinangor, Senin (29/02).
Prof. Purnomo menjelaskan, ketahanan energi nasional mengandung unsur ketersediaan (availability), aksesibilitas (accessibility), daya beli (affordibility), bisa menerima (acceptability), dan keberlanjutan (sustainability), atau dinyatakan sebagai 4A+S. Pengelolaan EBT saat ini, belum sepenuhnya memenuhi unsur tersebut.

Apabila dilihat dari availability, potensi yang dimiliki Indonesia cukup besar sehingga dimungkinkan untuk menjamin sustainability. Hal ini menunjukan, dua unsur ini telah terpenuhi dalam pengembangan EBT di Indonesia.

Sementara itu, bila dilihat dari accesibility, masih perlu adanya pengembangan infrastruktur, sejalan dengan pengembangan EBT. Kemudian jika dilihat dari unsur affordibility, saat ini tantangan utama pengembangan EBT adalah harganya yang masih relatif tinggi.

“Kalau diadu EBT dengan non EBT, kalah EBT. Masih rendah karena harga masih relatif tinggi dan pengembangannya belum pada skala keekonomian,” ujar Prof. Purnomo.
Dari unsur acceptability, Prof. Purnomo mengungkapkan bahwa pada umumnya EBT dapat diterima publik, kecuali EBT tertentu yang memerlukan sosialisasi. Contohnya adalah nuklir, yang tidak semua negara mau menerima penggunaan energi ini. Di Indonesia, keputusan go atau no-go nya PLTN masih menunggu keputusan Presiden yang dituangkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Nuklir untuk tujuan pengembangan PLTN dipertimbangkan sebagai pilihan terakhir dengan mempertimbangkan standar keselamatan kerja dan dampak bahaya radiasinya.

Pada kesempatan tersebut, anggota Dewan Energi Nasional, Dr. Ir. Herman Darnel Ibrahim, MSc mengungkapkan beberapa pertimbangan mengapa Indonesia menempatkan PLTN sebagai pilihan terakhir. Selain biaya investasi dan biaya penyediaan listrik PLTN yang mahal, juga adanya resiko kecelakaan yang fatal dan dapat menyebabkan kelumpuhan ekonomi dan kebangkrutan negara.

Untuk memaksimalkan energi terbarukan, Dr. Herman menyarankan, agar dapat mengalihkan subsidi BBM untuk energi terbarukan, serta menyediakan subsidi tambahan yang dapat diperoleh dengan mengenakan pajak terhadap karbon (energi fosil) secara bertahap. Selain itu, juga perlu dibangun kemampuan produksi dalam negeri, seperti mengembangkan industri peralatan untuk energi mini hidro, solar, bio, angin, dan energi kelautan.

Dr. Herman juga menyarankan mengenai perlunya mengombinasikan energi terbarukan dengan energi murah, khususnya batu bara, yang sekaligus bermanfaat untuk menekan biaya rata-rata dan keamanan pasokan. Dalam jangka pendek, perlu juga diprioritaskan sumber energi terbarukan dari yang paling ekonomis dan besar sehingga dapat menjaga agar biaya atau harga rata-rata energi masih wajar.

Seminar ini dibuka oleh Rektor Unpad, Prof. Tri Hanggono Achmad, dengan turut menghadirkan pembicara Ir. Rida Mulyana, MSc (Dirjen EBTKE) dan Dr. Cukup Mulyana, MS (Dosen FMIPA Unpad).

Pembuat

Artanti Hendriyana

Sumber

http://www.unpad.ac.id/2016/02/prof­purnomo­yusgiantoro­pengelolaan­energi­baru­terbarukan­belum­optimal/

Penerbit

Universitas Padjajaran

Tanggal

29/02/2016

Format

application/pdf

Bahasa

Bahasa Indonesia

Item Relations

This item has no relations.

Document Viewer

Files

Pengelolaan Energi Baru.pdf

Collection

Citation

Artanti Hendriyana, “Prof. Purnomo Yusgiantoro, “Pengelolaan Energi Baru Terbarukan Belum Optimal”,” Digital Share Center, accessed 17 April 2024, https://dsc.unpad.ac.id/document/1226.